KEGAGALAN
PROTEKSI 20 KV DISTRIBUSI (pengalaman dalam operasi)
Ir. H Komari
, Pribadi Kadarisman
SEMINAR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PT PLN
Jaringan distribusi 20 kV PLN diamankan dari
gangguan hubung singkat dengan menggunakan proteksi Relai Arus Lebih (OCR) dan
Relai Arus Lebih Gangguan Tanah (GFR) dan dengan sistem pentanahan netral
umumnya melalui Tahanan.
Dalam operasinya, telah berulang kali terjadi
kerusakan parah pada kubile 20 kV, baik pada kubikel pe-nyulang keluar atau
pada kubikel incoming akibat gangguan di penyulang berkembang menjadi gangguan
di dalam kubikel diikuti kegagalan sistem proteksi, yang kemudian membuat
kebakaran berat di kubikel, bahkan meng-hancurkan beberapa kubikel lain
disekitarnya dan Trafo Tenaganya,
Komponen yang masuk dalam sistem proteksi
tenaga listrik diantaranya adalah CT (Current Transformator), PT (Potential
Transformer), Relai, PMT (Pemutus Tenaga), Kabel Kontrol (AC atau DC), Sumber
tenaga DC (Batere) untuk trip PMT dll.
Kegagalan sistem proteksi disini bisa terjadi
pada CT, PMT, bisa pada Relai pengaman utama atau pengaman cadangan, bisa pada
pengawatan dan atau sumber DC untuk tripping.
Secara umum, kegagalan proteksi utama
belumlah sampai merusak peralatan instalasi tenaga karena masih tersedia
pengaman cadangan, tetapi kalau pengaman cadangan juga gagal apalagi sampai
beberapa lapis, maka kerusakan parah peralatan instalasi tidak dapat dihindari.
Pembahasan ini, mencoba mengungkap
kemungkinan sebab kegagalan sistem proteksi yang membuat kerusakan parah pada
instalasi distribusi 20 kV PLN.
Sistem 20 kV PLN dan pengamanannya
1.1 Pasokan
Daya Distribusi 20 kV
Pasokan daya listrik pada sistem distribusi
20 kV PLN didapat dari sistem penyaluran 150 kV atau 70 kV melalui Trafo Tenaga
yang berfungsi sebagai trafo step down 150/20 kV atau 70/20 kV yang terpasang
di Gardu Induk dengan kapasitas yang bervariasi antara 5, 10, 20, 30 s/d 60
MVA. Dengan berkembangnya sistem kelistrikan,
sistem penyaluran 150 kV PLN menjadi sudah
besar sekali dan terinterkoneksi antara area satu dengan area lainnya di Jawa,
kondisi ini diikuti pula oleh sistem penyaluran 150 kV diluar Jawa dengan pola
yang mirip.
Khusus di Pulau Jawa, kapasitas saluran 150
kV sudah sampai pada level 1000 s/d 2000 A per sirkit dan kapastas hubung
singkat di Bus 150 kV sudah mencapai ribuan MVA. Sedangkan sistem penyaluran 70
kV terkesan tidak dikembangkan lagi. Tetapi saat sekarang masih ada dalam
sistem kelistrikan PLN.
Sistem Distribusi 20 kV.
Keluaran dari Trafo Daya dikumpulkan dulu
pada Bus 20 kV di kubikel di Gardu Induk untuk kemudian di distribusikan
melalui beberapa Penyulang 20 kV ke konsumen dengan jaringan berupa Saluran
Udara Tegangan Menengah (SUTM) atau Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) .
Khusus SUTM, jaring-an bisa ditarik sepanjang
puluhan sampai ratusan km termasuk percabangannya dan biasanya ada diluar kota
besar, Seperti diketahui, apalagi di Indonesia, jaringan dengan konduktor
telanjang yang digelar di udara bebas banyak mengandung resiko terjadi gangguan hubung singkat fasa-fasa atau satu
fasa-tanah.
Disepanjang jaringan SUTM terdapat perca -
bangan yang dibentuk didalam Gardu Distribusi atau Gardu Tiang. Sementara
jaringan SKTM relatif lebih pendek dan berada didalam kota besar dengan jumlah
gangguan yang relatif sedikit. Bila terjadi gangguan itu biasanya pada
sambungan yang akan merupakan gangguan permanen.
Seperti halnya di jaringan SUTM, di jaringan
SKTM juga terdapat Gardu Distribusi untuk percabangan ke Beban Konsumen atau
percabangan SKTM.
Seringnya gangguan hubung singkat di jaringan
menyebabkan sering pula Relai Proteksi bekerja dan sesering itu pula Trafo Daya
menderita pukulan hu-bung singkat yang dapat memperpendek umur Trafo Daya
tersebut.
Dengan sudah besarnya kapasitas sistem 150
kV, boleh dikatakan kapasitas hubung singkat di Bus 20 kV tergantung dan
dibatasi oleh besarnya kapasitas Trafo Daya.
Proteksi sistem Distribusi dan Koordinasinya
Penyulang Distribusi 20 kV PLN diamankan dari
gangguan hubung singkat dengan menggunakan Relai Arus Lebih (OCR) dengan tunda
waktu dan OCR yang bekerja seketika,
gangguan satu fasa ketanah diamankan dengan
menggunakan Relai Arus Lebih Gangguan Tanah (GFR), juga dengan tunda waktu. DC
110 Volt dari Batere digunakan sebagai sumber untuk kerja Relai dan mengerjakan
tripping coil PMT.
Di jaringan SUTM adakalanya
dilengkapi dengan Re-closer, Sectionalizer yang berfungsi sebagai alat proteksi
dan penutup balik bila terjadi tripping akibat gangguan hubung singkat temporer
disisi hilir. Ada ju-ga yang hanya
menggunakan Sekering sebagai alat proteksi.
Untuk jaringan SUTM atau SKTM yang mempunyai
instalasi percabangan di Gardu Distribusi, ada yang di-persiapkan dengan alat
proteksi yang mengunakan OCR+GFR dan PMT dengan sumber untuk tripping-nya
memanfaatkan arus gangguan yang dipungut di sekunder CT, tetapi hal terakhir
ini tidak begitu banyak.
Dengan paket perhitungan sederhana,
koordinasi trip-ping antara OCR/GFR yang terpasang di sebelah hilir dan yang
terpasang disebelah hulu sudah dapat dila-kukan staf PLN, baik karakteristik
waktu OCR/GFR itu definite atau Inverse.
Pada awalnya (sekitar tahun 1970 an), OCR
yang digunakan umumnya dengan karakteristik waktu definite, dimana perhitungan
koordinasinya mudah. Namun dengan berkembangnya sistem penyaluran dan
distribusi, dimana kapasitas hubung singkat sudah menjadi lebih besar,
persoalan perlunya menekan komulasi waktu
trip Relai disisi hulu pada penggunaan OCR dari jenis definite, mulai bergeser
ke karakteristik waktu dari jenis Inverse.
Demikian pula GFR, karena kurva arus gangguan
ta-nah di sepanjang jaringan distribusi 20 kV yang landai, karakteristik waktu
GFR juga pada awalnya dari jenis definite. Kurva arus yang landai ini diperoleh
dari pem-batasan besar arus gangguan tanah maksimum sebe-sar arus beban nominal
trafo daya terbesar pada wak-tu itu,
yaitu dengan menerapkan pentanahan Netral
Trafo Daya sisi 20 kV melalui Tahanan. Sensitivity GFR ditetapkan sebesar 10%
Arus nominal CT.
Namun dalam perjalanan operasi distribusi,
beban konsumen yang tersebar, menyebabkan tambahan percabangan jaringan yang
secara tidak sadar me-nambah besarnya arus kapasitif jaringan yang dapat
membuat GFR di beberapa penyulang salah kerja sewaktu terjadi gangguan satu
fasa ketanah di satu penyulang 20 kV.
Kejadian terakhir ini dikenal dengan istilah
Simpatetik trip.
Kembali pemilihan karakteristik waktu GFR
dari jenis definite mulai bergeser ke karakteristik waktu GFR dari jenis
Inverse. Walaupun demikian ada penyelesaian lain dari masalah simpatetik trip
ini yaitu dengan Relai Arah Gangguan tanah.
1.4 Kubikel
20 kV di Gardu Induk.
Kubikel 20 kV yang terpasang di Gardu
Induk PLN dibuat oleh beberapa pabrikan yang biasanya sudah lulus dalam
pengujian jenis yang dilakukan LMK (PLN JASTEK).
Indeks
proteksi dari Kubikel ini juga sudah menjadi pertimbangan PLN dalam memilih
Kubikel yang akan dipakai, namun dalam pemasangannya di Gardu Induk atau di
Gardu Distribusi, penjagaan atas Indeks protek
si kubikel ini sering terabaikan, sehingga
berakibat mempercepat terpolusinya peralatan didalam kubikel setelah beroperasi
beberapa waktu, Kubikel 20 kV yang demikian dapat menimbulkan masalah yang
serius dimana polusi didalam kubikel dapat menurun-kan ketahanan isolasi dari
isolator penyangga rel didalam kubikel
misalnya terpolusi partikel garam (untuk
kubikel yang dipasang dekat pantai), atau terpolusi partikel kimia yang
menjembatani terjadinya flashover (hasil pemanasan bahan isolasi kabel akibat
terminasi yang tidak baik atau lokasi kubikel di Gardu Induk yang berdekatan
dengan suatu pabrik) dll.
Kalau pengotoran permukaan isolator didalam
kubikel 20 kV itu terjadi, maka transient over voltage akibat pemutusan arus
gangguan oleh PMT penyulang atau saat terjadi gangguan satu fasa ketanah di
jaringan, walaupun tegangan transient itu tidak terlalu tinggi, sudah dapat
membuat flashover didalam kubikel.
Konstruksi Kubikel 20 kV
Secara umum, konstruksi kubikel 20 kV yang
terpa-sang di instalasi PLN sekilas dapat dilihat pada gam-bar dibawah ini Biasanya partikel yang membuat
polusi didalam ku-bikel masuk melalui lubang antara kabel duct dan ru-ang
bagian dalam kubikel (cable gland) yang tidak tertutup rapat sejak awal
pemasangannya, sehingga mempercepat proses penumpukan patrikel tertentu
di-permukaan isolator di dalam kubikel.
Demikian
pula bi-la terminasi kabel kurang baik, pemanasan dan peng-uapan bahan isolasi
kabel juga akan mengotori per-mukaan isolator
penyangga rel melalui lubang ini. Kondisi lain yang juga menjadi masalah adalah
pentanahan kubikel.
Pentanahan
yang tidak baik bisa menaikan potensial kubikel terhadap tanah referens bila
terjadi flashover. Power follow current (dari sistem) yang bertahan lama akan
menghancurkan kubikel.
Pasokan
DC 110 V untuk Proteksi dan Kontrol di Gardu Induk
Seperti telah diketahui bahwa masih banyak
Gardu Induk di PLN yang menggunakan satu set Batere un-tuk sistem kontrol &
proteksi 150 kV bersama-sama dengan sistem
kontrol & proteksi 20 kV
pemisahan-nya hanya dilakukan melalui
beberapa MCB DC yang secara elektris masih terhubung menjadi satu seperti dapat
digambarkan secara sederhana sebagai berikut :(Gambar 2 )
Isolasi kabel kontrol hanya tahan terhadap
tegangan 2000 Volt saja, sehingga harus dilindungi agar tidak tersambar
tegangan tinggi yang bisa merusak isola-sinya. Bila sampai terjadi juga,
break down kabel kon-trol tersebut ketanah
akan terjadi pada kedua kutub-nya (positif dan negatif) di satu atau beberapa
tempat, sumber DC merasakan kondisi ini sebagai hubung singkat yang bisa
mentripkan beberapa MCB DC pada cabang-cabang di panel pembagi DC 110 Volt,
sistem kontrol dan proteksi kubikel 20 kV kehilangan
sumber daya bantunya atau bila MCB utamanya juga trip, maka seluruh sistem
kontrol dan proteksi di Gardu Induk itu menjadi lumpuh.
2. Gangguan
di Kubikel
Secara normal gangguan di Penyulang 20 kV
akan di-deteksi oleh Relai proteksi di Penyulang tersebut dan mentripkan
PMTnya, kalau kondisi Kubikel dalam keadaan normal.
Kondisi tidak normal yang dapat membuat
gangguan di penyulang 20 kV berkembang menjadi gangguan di Kubikel 20 kV di
Gardu bisa dari sebab-sebab sebagai berikut :
2.1 Kelemahan di Terminasi kabel
Terminasi kabel yang buruk kondisinya bisa
menye-babkan panas, sehingga bahan isolasi kabel bisa menguap mengotori ruang
dan permukaan isolator penyangga rel didalam kubikel.
Pada kondisi ini, kubikel yang beroperasi
dengan tegangan nominal sudah menjadi rawan terjadi flash over apalagi disulut
dengan Terbangkitnya tegangan lebih transient
2.2 Sambaran petir di Jaringan
Distribusi
Petir yang menyambar di
jaringan distribusi mengha-silkan gelombang berjalan yang akan sampai ke
kubi-kel. Biasanya dan memang seharusnya,
kubikel dia-mankan terhadap
tegangan surja petir oleh Arrester yang dipasang di pangkal kabel penyulang.
Sehingga tegangan residu (kira-kira 70–80 kV) yang lolos ke ku-bikel masih
dapat ditahan oleh bahan isolasi didalam kubikel.
Tetapi untuk kondisi kubikel
yang isolatornya terpolusi atau karena pemanasan dan polusi dari penguapan
bahan isolasi di ruang kubikel akibat terminasi kabel yang buruk, dengan
tegangan residu (setelah tegang-an surja petir di chop oleh arrester) yang
lolos keda-lam kubikel, flashover bisa terjadi juga didalam kubikel tersebut.
2.3 Tegangan lebih transient saat
switching off PMT dan saat gangguan satu fasa ketanah
Pada
proses pemutusan arus gangguan oleh PMT, akan selalu membangkitkan tegangan
lebih yang si-fatnya sesaat (transient). (gambar 3
Sebab lain
yang menghasilkan kenaikan tegangan yang cukup cepat yang juga dalam orde
switching a-dalah kenaikan fasa yang sehat sewaktu terjadi gang-guan satu fasa
ketanah kenaikan
te-gangan transient setelah pemutusan arus gangguan, dan kenaikan tegangan
mendadak pada fasa yang se-hat saat gangguan tanah yang tidak berlanjut dengan gangguan berikutnya.
Tingginya
tegangan transient ini
pada dasarnya dapat ditahan oleh peralatan instalasi di
kubikel, namun untuk kondisi kubikel yang terpolusi, tegangan transient akibat
pemutusan arus oleh PMT atau kenaikan tegangan mendadak fasa sehat sewaktu
gangguan satu fasa ketanah, bisa membuat flashover didalam kubikel.( Gambar
4)
2.4 Masalah berkembangnya gangguan di
penyulang
ke kubikel PLN.
Indeks proteksi kubikel yang sudah disiapkan
tetapi terabaikan sewaktu pemasangan dan pekerjaan termi-nasi kabel yang kurang
baik dapat mempercepat terpo lusinya permukaan isolator didalam kubikel setelah
ber operasi beberapa waktu tertentu.
Untuk kondisi kubikel yang isolatornya
terpolusi oleh partikel-partikel kimia, garam atau karena pemanasan dan
penguapan bahan isolasi di ruang kubikel akibat terminasi kabel yang buruk,
tegangan transient yang terbangkitkan dari sebab-sebab butir 2.2 dan butir 2.3 walaupun
tidak seberapa tinggi sudah dapat menyulut terjadinya flashover di dalam
kubikel,
Dengan demikian gangguan di jaringan
distribusi pada kondisi tertentu dapat menyulut gangguan baru di da-lam
kubikel, mungkin menjadi gangguan dua fasa ke tanah atau bahkan gangguan tiga
fasa ketanah.
Kalau yang terakhir ini terjadi, maka
arus gangguan hubung singkatnya sudah sama besarnya dengan gangguan hubung
singkat di bus 20 kV, bila penyebab awalnya adalah dari sebab butir 2.3, maka
gambar ge-lombang tegangan tidak seperti gambar 3 dan 4 lagi, tetapi tegangan tersebut selanjutnya
menjadi collapse.
Besar arus gangguannya (untuk bus 150
kV = infinite Bus) cukup dihitung secara sederhana yaitu berdasar-kan kapasitas
Trafo Daya.
Untuk
kapasitas Trafo daya > 30 MVA, arus gangguan hubung singkat tiga fasa di bus
20 kV sudah mencapai diatas 8000 Amper. Dengan arus sebesar itu sudah dapat
menghancurkan dinding kubikel yang tebalnya hanya 3 mm dalam waktu singkat
termasuk peralatan instalasi kontrol
yang ada dibalik dinding kubikel tersebut.
3.
Kegagalan
Proteksi Utama/cadangan
Distribusi
20 kV.
Proteksi Utama gangguan hubung singkat di
jaringan 20 kV menggunakan OCR+GFR, sedangkan proteksi cadangannya juga
menggunakan OCR+GFR yang ter-pasang disebelah hulunya yaitu di Incoming 20 kV
dan juga di sisi 150 kV Trafo Daya, yang selanjutnya masih ada lagi proteksi
cadangan jauh (remote backup di transmisi dari Gardu Induk terdekat.
Dengan arus gangguan hubung singkat yang
besar, OCR mendeteksi dengan baik gangguan di jaringan 20 kV dan segera
menghitung waktu sesuai setelan waktu yang disetkan padanya untuk kemudian
men-tripkan PMT.
Dengan sistem proteksi yang sudah
berlapis-lapis itu lalu timbul pertanyaan, mengapa terjadi beberapa kali
kerusakan/kebakaran kubikel di Gardu Induk ?
Analisa kegagalan sistem proteksi dapat
diurutkan sebagai berikut :
3.1 Kegagalan
proteksi akibat kerusakan relay.
Kegagalan akibat kerusakan relay
biasanya tidak me-nyebabkan kerusakan yang parah, karena pengaman cadangan
(remote back up) nya tidak ikut rusak se-hingga dapat berfungsi dengan baik
(tidak ikut gagal).
Kerusakan pada relay elektromekanis
kebanyakan ti-dak terdeteksi. Baru diketahui setelah kegagalan se-benarnya
terjadi.
Dengan pemeliharaan rutin yang
cermat ada kemung-kinan dapat mendeteksi gejala kerusakan yang masih dini,
misalnya dengan membandingkan hasil kalibrasi relai terdahulu. Namun kerusakan
tidak selalu melalui proses yang memberikan gejala dini. Kerusakan dapat
terjadi dengan tiba-tiba.
Dengan relay digital (micro processor
relay) yang se-lalu dilengkapi kemampuan untuk memeriksa / meng-uji diri
sendiri terus menerus dan memberikan
sinyal alarm jika terjadi kerusakan, maka kerusakan dapat terdeteksi dan
perbaikan atau penggantian dapat se-gera dilakukan sebelum kegagalan sebenarnya
terjadi.
3.2 Kegagalan proteksi akibat
kegagalan pemutus tenaga dalam memutuskan arus gangguan.
Pemutus tenaga (circuit breaker)
mempunyai kemam-puan memutuskan arus gangguan yang terbatas, se-suai dengan
short circuit ratingnya, misalnya 12.5 kA.
Pemutus tenaga dengan rating
12.5 kA dapat dipakai pada jaringan yang dipasok dari trafo 30 MVA (sebe-narnya
mampu sampai 45 MVA, tapi standard trafo di PLN yang diatas 30 MVA adalah 60
MVA).
Jika
karena berkembangnya jaringan distribusi, Trafo-Dayanya perlu diganti dengan
Trafo 60 MVA maka sebelum penggantian trafo dilakukan,
penggantian pe-mutus tenaga dengan kemampuan pemutusan yang lebih besar perlu dilakukan, sebab trafo 60
MVA mem-berikan arus hubung singkat sampai 14 kA.
Minimum oil CB hanya mampu memutuskan arus gangguan beberapa kali saja, karena
setelah memu-tuskan arus gangguan kondisi minyaknya menjadi ko-tor dan
kemampuannya dalam memutus arus gang-guan menurun. Oleh karena itu penggantian
minyak harus sering dilakukan. Jika penggantian minyak ter-lambat maka dapat
terjadi kegagalan dalam memu-tuskan arus gangguan.
Vacuum CB atau SF6 CB mampu memutuskan arus
gangguan lebih banyak. Sebagai contoh Vacuum CB type VD4 buatan ABB Calor Emag
mampu sampai 100 kali pada nilai arus sesuai dengan kA ratingnya, dan ribuan
kali dengan arus beban.
Jika PMT ini terpasang pada jaringan
yang gang-guannnya relatif jarang, seperti di negara maju, maka kemampuan
pemutusan ini biasanya tidak menjadi masalah, sebab dalam 20–30 tahun operasi
(batas u-mur peralatan listrik) jumlah gangguan yang perlu diputuskannya
mungkin belum mencapai 100 kali. Dengan lain perkataan yang membatasi umur
Vacuum CB itu bukan banyak kali arus yang bisa diputuskan-nya , melainkan
hal-hal lain antara lain ketahanan me-kanisnya, ketahanan ke vacuum annya,
korosi dsb.
Pada jaringan yang banyak
gangguannnya, tahun operasinya mungkin belum mencapai 20 tahun, tetapi gangguan
yang harus diputuskannya mungkin sudah lebih dari 100 kali, maka masalah
pemutusan itu perlu mendapat perhatian, terutama jika kA rating nya dekat
dengan tingkat hubung singkat jaringan.
Perlu diingat bahwa untuk
sistem distribusi dengan ta-hanan pentanahan 40 Ohm, yang hanya memberi arus
gangguan tanah 300 Amper, pemutusan arus gang-guan tanah dapat diperlakukan
sebagai pemutusan arus beban, bukan arus hubung singkat
Jika arus hubung singkat
sistem lebih kecil dari kA rating PMT maka kemampuannya akan lebih banyak lagi.
Misalnya PMT 16 kA terpasang pada
jaringan yang di-pasok dari Trafo 30 MVA yang hanya memberi arus hubung singkat
7 kA, Vacuum CB itu mampu memu-tuskan gangguan hubung singkat sampai kurang
lebih 300 kali.
kebanyakan penyulang gangguan hubung
singkat yang dialaminya tidak sampai mencapai 300 kali, sehingga dalam contoh
ini kemampuan pemutus-an tidak menjadi masalah.
3.3 Kegagalan Proteksi karena
tegangan 110 Volt di Gardu Induk collapse
Dari
penelitian atas beberapa gardu induk yang meng-alami kerusakan / kebakaran yang
parah akibat gang-guan, menyimpulkan,
disamping kegagalan OCR .pe-nyulang 20 kV, ternyata OCR di incomimg 20 kV dan juga OCR sisi 150
kV trafo, juga gagal bekerja
Kegagalan ini disebabkan oleh hilangnya
tegangan sumber DC 110 Volt untuk semua OCR itu.
Dari uraian 1.3 diatas, proteksi penyulang
distribusi yang sudah dihitung koordinasinya, memberikan keya-kinan bahwa relai
proteksi dapat mendeteksi gang-guan hubung singkat di jaringan. Namun karena
ada-nya masalah :
·
Indeks Proteksi
kubikel yang terabaikan (butir 1.4) mempercepat terpolusinya permukaan isolator
oleh partikel dari luar kubikel yang dapat menjem-batani terjadinya flashover.
·
Terminasi kabel yang
kurang baik (butir 1.4) menyebabkan pemanasan yang juga membuat polusi didalam
kubikel.-akan menurunkan ketahanan isolator di kubikel terh-adap tegangan transient
yang semula dapat ditahan-nya, sehingga sambaran petir di jaringan walaupun
sudah menggunakan arrester (butir 2.2), tegangan transient akibat pemutusan
arus gangguan atau ke-naikan fasa yang sehat sewaktu gangguan satu fasa ketanah
(butir 2.3), sudah dapat memicu terjadinya flashover (gangguan hubung singkat)
didalam kubikel.
Gangguan hubung singkat dengan arus yang
besar menghancurkan dinding kubikel (tebal 3mm) berikut peralatan instalasi
kabel kontrol yang ada dibalik din-ding tersebut, diantaranya terdapat kabel DC
110 Volt.
Seperti disebutkan pada butir 1.5, satu set
sumber DC 110 Volt yang dipakai bersama-sama untuk sistem kontrol dan proteksi
20 kV maupun untuk sistem kon-trol dan proteksi 150 kV, mempunyai resiko
seperti digambarkan berikut ini :
(gambar 5)
Pada
distribusi DC 110 Volt seperti gambar 5 diatas, bila terjadi sambaran tegangan
20 kV ke kabel sumber DC 110 Volt, seluruh rangkaian DC 110 itu potensi-alnya
naik terhadap tanah yang dapat membuat spark over rangkaian DC itu (positif dan
negatif) ketanah dititik yang paling lemah ketahanan isolasinya, mung-kin di
kubikel 20 kV, mungkin di panel 150 kV, mung-kin juga di Bus DC 110 Volt atau
ditiap tempat, dimana Batere itu sendiri
merasakan terhubung singkat yang mentripkan MCB Pembagi DC 110 Volt, bahkan MCB
Utama juga bisa trip kalau spark over terjadi
di Bus DC 110 Volt. Perlu diketahui, bila karena sesuatu hal MCB DC tidak mampu
trip pun akan memberi dampak collapse nya sumber DC tersebut karena Batere
masih terhubung ke rangkaian kabel yang terhubung singkat. Yang terakhir ini,
pernah ditemukan bahwa lead conductor penghubung antara pole dan sel didalam
batere putus, seolah berfungsi sebagai sekering (keja-dian gangguan di Gardu
Induk Angke)
Kerusakan kabel DC ini terjadi begitu cepat,
sehingga pengaman OCR belum sempat selesai menghitung waktu, sumber DC 110 Volt
di Gardu Induk yang ber-masalah ini sudah collapse. Akibatnya tidak ada
satu-pun alat proteksi di Gardu Induk ini yang bisa membe-baskan gangguan
hubung singkat di bus 20 Kv
Karena tidak clear, gangguan hubung singkat
ini mulai membakar dan menghancurkan kubikel, Trafo Daya masuk ke fase yang
merusak.
Proteksi cadangan selanjutnya yang diharapkan
untuk membebaskan gangguan di bus 20 kV adalah penga-man cadangan jauh (remote
backup).
3.4 Proteksi
Cadangan Jauh (Remote Back Up)
Proteksi
cadangan jauh yang dimaksud adalah pro-teksi transmisi di Gardu Induk terdekat
yang memasok Gardu Induk yang sedang mengalami gangguan hubung singkat.
Untuk itu
perlu diperiksa apakah proteksi cadangan jauh masih bisa diharapkan untuk
menyelesaikan ma-salah ini. Seperti telah disebutkan di butir 1.1 diatas,
kebutuhan akan penyaluran tanaga listrik PLN mene-tapkan (tidak tertulis) bahwa
sistem 150 kV berfungsi sebagai pemasok utama tenaga listrik ke sistem
dis-tribusi 20 kV.
sehingga
kapasitas saluran transmisi 150 kV sudah diperbesar (sudah sampai pada level
2000 A) dan saling di interkoneksi, akibatnya kapasi-tas hubung singkat di bus
150 kV sudah mencapai ribuan MVA.
Akibat
dari itu semua, pengaman transmisi relai jarak, yang punya filosofi setelan
tidak boleh diset lebih kecil dari impedansi beban, tidak mampu mendeteksi
gang-guan di bus 20 kV, impedansi yang terilhat oleh relai jarak ini lebih
besar dari impedansi beban, hal ini disebabkan oleh ratio trafo tenaga yang
cukup besar. (150/20).
sementara
sistem tegangan 70 kV (66 kV) yang mungkin masih bisa memberi fungsi proteksi
cadangan jauh, tidak dikembangkan lagi, yang ada akan dihapuskan. Begitu juga
halnya OCR sebagai pengaman cadangan diset diatas level arus beban transmisi,
menurut pemeriksaan, kontribusi arus gangguan yang mengalir di transmisi untuk
gangguan hubung singkat di bus 20 kV, ternyata nilainya tidak lebih besar dari
arus beban transmisi.
Sistem 150
kV sudah dapat dianggap infinite bagi sistem distribusi 20 kV yang hanya di
batasi kapasitas
Trafo Daya terbesar 60
MVA. (rata-rata sebesar 30 MVA).
gambar dibawah adalah contoh sederhana pasokan suatu Gardu Induk dari transmisi 150 kV sirkit
ganda dengan Trafo Daya 60 MVA 150/20 kV. Hubung singkat di bus 20 kV di
beberapa Gardu Induk, pernah dihitung arus gangguannya tidak lebih dari 15 kA,
dan
kontribusi arus gangguan di tiap sirkit dari transmisi 150 kV sirkit ganda
tidak lebih dari 1000 amper, sehingga dari hal ini diketahui bahwa OCR di tiap
sirkit transmisi itu tidak mampu pick up.
Apalagi
transmisi yang memasok Gardu Induk lebih dari dua sirkit seperti contoh di
gambar 7
sudah dapat dipastikan bahwa kontribusi arus
gang-guan di tiap sirkit akan lebih kecil lagi (dibawah arus beban transmisi).
Selanjutnya dapat pula dibayangkan besarnya
kontri-busi arus gangguan yang mengalir di tiap sirkit trans-misi bila kapasitas Trafo daya lebih kecil dari 60
MVA, sehingga dapat dipastikan bahwa instalasi yang demi-kian tidak mempunyai
proteksi cadangan jauh (remote back up) untuk gangguan di bus 20 kV
Sementara itu, gangguan hubung singkat di bus
20 kV dengan arus gangguan berkisar antara 8000 s/d 15000 amper sudah membakar
dan merusak instalasi kubikel, kabel kontrol dan melumpuhkan sumber DC 110 Volt
di Gardu Induk.
Kalau sudah demikian,
maka dapat dikatakan bahwa seluruh peralatan proteksi; (proteksi utama, proteksi
cadangan lokal, dan proteksi cadangan jauh), tidak mampu (gagal) membebaskan
bus 20 kV Gardu Induk dari gangguan hubung singkat, akibatnya gangguan hubung
singkat di kubikel 20 kV bertahan terus
sela-ma puluhan detik bahkan dalam orde menit.
sampai Trafo Daya mengalami kerusakan mekanis
dan termis.
Setelah gangguan pindah ke sisi 150
barulah Relai Jarak transmisi 150 kV di Gardu Induk terdekat men-deteksi
gangguan hubung singkat, itu pun dengan jangkauan zone 2.
4. Pengalaman
kejadian kerusakan kubikel 20 kV
Kerusakan kubikel 20 kV telah terjadi
berulang kali terutama di sistem kelistrikan PLN di Pulau Jawa yang kapasitas
penyaluran sistem 150 kV nya sudah sangat besar dan bisa dianggap sebagai
sumber yang infinite bagi kapasitas Trafo Daya terbesar 60 MVA.
Kerusakan yang selama ini terjadi,
diduga keras mengalami urutan kejadian seperti dijelaskan pada butir-butir
diatas
Bila kerusakan kubikel itu terjadi,
maka pemulihannya memerlukan waktu cukup lama yang merugikan PLN dari segi
investasi dan pelayanan. Hal ini diketahui dari pengalaman gangguan di Gardu
Induk yang per-nah terjadi sebagai berikut :
·
Gangguan di Gardu
Induk Sukamiskin tahun ....
·
Gangguan di Gardu
Induk Plumpang ± th1986
·
Gangguan di Gardu
Induk Beringin tahun ± 1989
·
Gangguan di Gardu
Induk Bantul tahun ± 1990
·
Gangguan di Gardu
Induk Cepu tahun ± 1990
·
Gangguan di Gardu
Induk Petukangan th ± 1991
·
Gangguan di Gardu
Induk Negara tahun ....
·
Gangguan di Gardu
Induk Angke tahun ..., ...
·
Gangguan di Gardu
Induk Ketapang tahun ...
·
Gangguan di Gardu
Induk Cirata tahun 2000
·
Gangguan di Gardu
Induk Cibinong tahun 2001
·
Gangguan di Gardu
Induk Ujung Berung th 2001
Sebagai contoh analisa gangguan yang
menyebabkan kerusakan berat itu diambil dari kejadian gangguan di Gardu Induk
Cepu, karena gangguan ini memberikan bukti-bukti yang jelas sehingga proses
(skenario) gangguan dapat direkonstruksi dengan relatif mudah dan cukup
meyakinkan.
Gardu Induk Cepu mempunyai sebuah
trafo 20 MVA, 150/20 kV dan 12 kubikel 20 kV untuk penyulang keluarnya, di
pasok (waktu itu) dari GI Blora melalui
transmisi 150 kV sirkit ganda..
Karena sebuah pemutus tenaga 20 kV
rusak, maka sebuah pemutus tenaga pengganti dipasang secara darurat diluar
gedung diatas rangka konstruksi besi. Klem kabel kontrol yang menghubungkan
kabel DC dari battery ke pemutus tenaga berada didalam kotak kontrol dibawah
pemutus tenaga.
Ketika petugas akan mengganti minyak
pemutus tena-ga, ia lupa membuka sakelar pemisah didalam kubikel 20 kV. Pemutus Tenaga itu sendiri sudah dibuka tetapi
salah satu sisi pemutus tenaga itu masih
berte-gangan. Ketika tangan petugas cukup dekat dengan pemutus tenaga itu maka
terjadilah sambaran busur listrik yang mengakibatkan gangguan satu fasa
keta-nah (ke rangka). Petugas jatuh dengan luka bakar, ke-mudian terjadilah
kebakaran hebat pada kubikel 20 kV
Fakta penting pertama yang
ditemukan adalah ada-nya bekas loncatan busur listrik antara besi
rangka dan kabel DC/kontrol didalam kotak kontrol yang me-nempel pada
rangka tsb. Ini memberi petunjuk bahwa pasti terjadi kenaikan tegangan tinggi
pada rangka itu ketika terjadi flashover
yang selanjutnya menimbulkan kecurigaan bahwa rangka itu tidak ditanahkan.
Dari pemeriksaan pentanahan rangka itu membuktikan bahwa, (dan merupakan
fakta penting kedua), tahan-an
pentanahan rangka itu sangat
tinggi karena tidak dihubungkan ke grounding grid Gardu Induk itu, dan juga tidak ditanahkan tersendiri. Dari sini telah
dapat diduga apa yang terjadi selanjutnya yaitu: akibat flash-over tsb. seluruh
sirkit DC menjadi bertegangan tinggi – tegangan tinggi menyebabkan flashover
dititik-titik lemah (diterminal yang terbuka) antara lain pada
pe-mutus tenaga didalam kubikel 20 kV .
Flashover tsb memicu gangguan didalam kubikel sekaligus
menye-babkan MCB DC utama trip – maka seluruh peng-aman di
Gardu Induk lumpuh – arus gangguan bertahan lama mengakibatkan
kebakaran/kerusakan meluas – akhirnya Trafo Daya pun ikut rusak – dan
ketika kerusakan telah merambat sampai ke belitan 150 kV, maka pengaman
saluran 150 kV di GI Blora trip – arus gangguan barulah terhenti. Rentetan
peris-tiwa ini dapat ditemukan jejaknya.Sebagai fakta penting terakhir
yang bisa ditemukan adalah : dari rekaman di UPB (Unit Pengatur
Beban) Ungaran : jarak waktu antara mulai terjadinya gang-guan di GI Cepu
sampai tripnya SUTT 150 kV di Blora
adalah 7 menit 49 detik, yang berarti selama waktu itu pulalah arus
gangguan di GI Cepu bertahan.
Di GI Cepu memang hanya mempunyai satu set bat-tere yang digunakan
bersama untuk pengaman 20 kV dan 150 kV.
5. Kesimpulan
5.1 Kerusakan Relai pengaman utama biasanya tidak
menyebabkan kerusakan parah karena ada pengaman cadangan masih baik.
5.2 Kegagalan pemutusan arus (gangguan) oleh PMT
boleh dikatakan kecil kemungkinannya ke-cuali pada PMT dari jenis Minimum Oil
yang harus menjalani penggantian minyak setelah be-berapa kali memutuskan arus
gangguan, dan pada PMT yang sudah banyak kali memutus arus gangguan yang kA ratingnya
dekat dengan tingkat hubung singkat jaringan
5.3 Kerusakan Relai pengaman utama biasanya tidak
menyebabkan kerusakan parah karena ada pengaman cadangan masih baik.
5.4 Kegagalan pemutusan arus (gangguan) oleh PMT
boleh dikatakan kecil kemungkinannya ke-cuali pada PMT dari jenis Minimum Oil
yang harus menjalani penggantian minyak setelah be-berapa kali memutuskan arus
gangguan, dan pada PMT yang sudah banyak kali memutus arus gangguan yang kA
ratingnya dekat dengan tingkat hubung singkat jaringan
5.5 Setiap instalasi distribusi 20 kV di Gardu
Induk di sistem kelistrikan PLN yang dipasok dari tegang-an sistem 150 kV
mempunyai desain yang sama, diperkirakan kegagalan seluruh sistem proteksi
dapat terjadi pada setiap Gardu Induk.
6. Saran
Untuk mengurangi/menghindari kejadian
kerusakan kubikel 20 kV di Gardu Induk PLN akibat gangguan hubung singkat di
jaringan yang berkembang ke kubi-kel dan kegagalan sistem proteksi, dalam
kesempatan ini disarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Menjaga secara konsistensi Indeks Proteksi
kubi-kel sewaktu pemasangan dan memperbaiki ke-kurangan yang ada yaitu dengan
menutup rapat lubang kabel power atau kabel kontrol untuk menghambat
kemungkinan ruang bagian dalam kubikel terkontaminasi partikel-partikel yang
da-pat menurunkan ketahanan isolasinya terhadap terjadinya flashover.
2. Menyediakan
(paling tidak) 2 set sumber DC 110 Volt yang betul-betul terpisah, pertama
untuk sistem proteksi
&
kontrol bay 150 kV dan yang kedua untuk
sistem proteksi & kontrol kubikel 20 kV. Khusus pengaman
Differential Trafo yang mentripkan PMT 150 kV dan PMT 20
kV, dibuat agar kabel sumber DC 110 V untuk
proteksi
150 kV tidak ditarik ke kubikel 20 kV, sedangkan sumber DC 110 Volt untuk
proteksi 20 kV yang ditarik
ke
panel kontrol/proteksi 150 kV diberi pengaman spark gap disisi kubikel 20 kV.
3. Mempertimbangkan kembali penggunaan
tegang-an distribusi primer 66 kV agar setiap Gardu In-duk diharapkan bisa
mempunyai proteksi cadang-an jauh (remote backup).
4. Dengan telah berkembangnya
teknologi proteksi, telah ditemukan alat proteksi yang mampu men-deteksi arc.
Alat proteksi ini dapat dimanfaatkan untuk mengamankan kubikel dari kerusakan
aki-bat arcing atau flashover besar didalam kubikel
cubicle schneider sm6 24 Kv type switchgear IM PM CM TM QM
type CB DM1A in ready stok,
Trafo Distribusi merk
Trafindo, Schneider, Sintra, voltra, bambang Djaja
Klik Dibawah Ini Untuk Pelayanan Pemeliharaan.
klik Sumber :
- Cubicle SM6 Schneider Solusi Andalan Panel Distribusi 20KV
- Cubicle Outgoing
- Cubicle Metering
- Cubicle schneider DM1-A
- Cubicle SM6 NSM ACOS
- INSTALASI CUBICLE 20KV - CIKARANG BANDUNG
- Commissioning Test Cubicle 20kV
gak bisa dicopy
BalasHapusTerima kasih mas bro
BalasHapusApakah bisa di sharingkan materinya pak? agar bisa di copy.
BalasHapus